Nats Alkitab: Matius 9:35-36 (TB)
(35) Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.
(36) Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.
1. Pelayanan Holistik: Lebih dari Sekadar Kata-Kata
Ayat 35 memberikan kita ringkasan eksekutif—sebuah gambaran besar—dari strategi pelayanan Yesus. Jika kita perhatikan, Yesus tidak hanya diam menunggu orang datang. Ia bergerak proaktif. Ada tiga dimensi utama dalam pelayanan-Nya yang tercatat di sini:
- Mengajar (Teaching): Memberikan pemahaman, meluruskan doktrin yang salah, dan membangun fondasi iman.
- Memberitakan (Preaching): Menyampaikan kabar baik (Injil) tentang Kerajaan Allah, memberi harapan akan keselamatan.
- Menyembuhkan (Healing): Menyentuh kebutuhan fisik dan nyata manusia. Ia tidak hanya peduli pada "roh" manusia, tetapi juga pada tubuh mereka yang sakit dan lemah.
Ini mengajarkan kita bahwa pelayanan Kristen yang sejati haruslah holistik. Kita tidak bisa hanya berbicara tentang surga sementara mengabaikan penderitaan nyata di depan mata, namun kita juga tidak bisa hanya melakukan aksi sosial tanpa memberitakan Kristus.
2. Eksegesis: Apa itu "Belas Kasihan"?
Masuk ke ayat 36, kita menemukan inti emosional dari perikop ini. Dikatakan: "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan..."
Dalam bahasa aslinya (Yunani), kata yang digunakan untuk "tergerak oleh belas kasihan" adalah Splagchnizomai.
Analisis Kata Splagchnizomai: Kata ini berasal dari akar kata splanchna, yang secara harfiah berarti "isi perut" atau organ dalam (jeroan/usus).
Artinya, belas kasihan Yesus bukanlah sekadar rasa kasihan yang dangkal ("Oh, kasihan ya mereka"). Ini adalah sebuah guncangan emosional yang mendalam, sebuah perasaan yang memilukan hingga ke dalam perut, yang memaksa tubuh untuk bertindak. Ketika Yesus melihat penderitaan, Ia merasakannya secara fisik dan mendalam.
3. Diagnosis Kondisi Manusia: Lelah dan Terlantar
Mengapa hati Yesus begitu hancur? Karena Ia melakukan diagnosis yang tepat atas kondisi kerumunan itu. Matius mencatat dua kata kunci: Lelah dan Terlantar.
- Lelah (Skullomenoi): Kata ini menggambarkan seseorang yang dikuliti, disiksa, atau ditekan habis-habisan hingga tidak berdaya. Ini adalah kelelahan akibat beban hidup yang berat.
- Terlantar (Errimenoi): Secara harfiah berarti "dibuang" atau "dicampakkan" ke tanah, tidak ada yang menolong untuk bangun.
Yesus menggunakan metafora yang sangat kuat: "Seperti domba yang tidak bergembala."
Domba adalah hewan yang unik; mereka tidak memiliki mekanisme pertahanan diri yang baik (tidak punya taring tajam atau lari cepat) dan mereka mudah tersesat. Tanpa gembala, domba bukan hanya bingung arah, tetapi berada dalam bahaya maut—bisa dimangsa serigala atau jatuh ke jurang.
Dalam konteks zaman itu, rakyat Israel memiliki banyak pemimpin agama (Farisi, Ahli Taurat), namun Yesus melihat mereka "tidak bergembala". Artinya, para pemimpin yang ada gagal memberikan perlindungan, gagal memberikan arah, dan gagal memberikan ketenangan jiwa. Mereka justru menambah beban rakyat dengan aturan yang berat.
Refleksi dan Aplikasi
Saudara yang terkasih, apa pesan Firman Tuhan ini bagi kita di era modern, di tengah kesibukan kita mengelola pekerjaan, keluarga, atau bahkan pelayanan gereja?
1. Kita Membutuhkan Sang Gembala Agung Mungkin hari ini Anda merasa seperti orang banyak itu: "lelah dan terlantar." Lelah dengan tekanan ekonomi, lelah dengan ketidakpastian masa depan, atau merasa sendirian dalam perjuangan. Ketahuilah, Yesus melihat Anda. Ia tidak memalingkan wajah. Hati-Nya tergerak ( splagchnizomai ) bagi Anda. Datanglah pada-Nya, karena Dialah Gembala yang tidak akan membiarkan Anda tersesat.
2. Panggilan untuk Memiliki "Mata Yesus" Seringkali, kita terlalu sibuk dengan program, sistem, atau agenda kita sendiri. Kita mungkin sibuk mengurus organisasi gereja atau bisnis, tetapi lupa pada jiwa-jiwa di dalamnya. Tuhan memanggil kita untuk mengubah cara pandang kita:
- Saat kita melihat rekan kerja yang sulit, apakah kita melihat gangguan, atau melihat seseorang yang sedang "lelah"?
- Saat kita melihat masyarakat yang kacau, apakah kita menghakimi, atau hati kita "tergerak oleh belas kasihan"?
3. Belas Kasihan Harus Melahirkan Tindakan Belas kasihan Yesus tidak berhenti di perasaan; itu berlanjut pada tindakan (memanggil murid-murid di ayat selanjutnya untuk menuai). Perasaan tanpa tindakan hanyalah sentimen. Tindakan tanpa perasaan hanyalah rutinitas. Tuhan mau kita memadukan keduanya: Hati yang hancur melihat kebutuhan sesama, dan tangan yang bergerak untuk menolong.
Doa Penutup
Mari kita berdoa:
"Bapa di Sorga, kami bersyukur karena kami memiliki Imam Besar yang turut merasakan kelemahan-kelemahan kami. Terima kasih Tuhan Yesus, karena Engkau adalah Gembala yang baik, yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasihan melihat keadaan kami.
Tuhan, jika hari ini ada di antara kami yang merasa lelah dan terlantar, kami mohon jamahan-Mu. Balutlah luka hati kami dan berikan kami kelegaan.
Kami juga berdoa, berikanlah kami hati seperti hati-Mu. Di tengah kesibukan kami mengurus berbagai hal, ingatkan kami untuk selalu melihat 'manusia' di balik setiap sistem dan pekerjaan. Ajar kami untuk tidak sekadar kasihan, tetapi berani bergerak menjadi perpanjangan tangan kasih-Mu bagi dunia yang membutuhkan. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Sang Gembala Agung, kami berdoa. Amin."
Renungan Online, Sinode Am GPI, Elya G. Muskitta, Elya Muskitta, Gereja Bersaudara